6/26/2015

, , ,

Penegakan Diagnosis Sindrom Guillain Barre

Laporan Kasus Penegakan Diagnosis Sindrom Guillain Barre ini disusun berdasarkan kasus fakta maupun fiktif. Seluruh tinjauan pustaka pada artikel Laporan Kasus Penegakan Diagnosis Sindrom Guillain Barre bersumber dari literatur. Apabila ada kesalahan dalam penulisan tinjauan pustaka pada Laporan Kasus Penegakan Diagnosis Sindrom Guillain Barre silahkan tinggalkan komentar. 



Sindrom guillain barre adalah suatu penyakit demielinasi polineuropati akut yang merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis. Penyebab pasti dari keadaan ini belum diketahui. Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis. SBG ditandai dengan timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon. Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan secara umum bersifat simtomatik.

Kasus
Pasien datang dengan keluhan anggota gerak atas dan bawah sejak ± 1 bulan yang lalu. Sebelumnya pasien mengalami demam dan muntah-muntah, beberapa hari kemudian anggota gerak perlahan menjadi lemas dan tidak bisa digerakkan.
Anamnesis Sistem
-     Neurologi       :Nyeri pinggang (-), Panas (-), pusing (-), kesadaran menurun (-), kelemahan anggota gerak (+), kejang (-)
- Respirasi                         : Batuk (-), pilek (-), sesak napas (-)
- Kardiovaskular             : Pucat (-), debar-debar (-),
- Gastrointestinal             : Muntah (-), mual (-), nyeri perut (-), BAB lancar
- Urogenital                     : BAK lancar, nyeri BAK (-)
-     Muskuloskeletal           : lemah anggota gerak (+)
Pemeriksan Fisik
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : CM
GCS : EVM (456)

Vital Sign 
Tensi : 110/ 70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 37º C

Kepala : Conjungtiva anemis (-/-), pupil isokor
Leher : Tekanan vena jugularis tidak meningkat, Lnn tidak teraba
Jantung : Suara S1 dan S2 reguler, bising (-)
Abdomen : Bunyi usus (+) normal, supel
Ekstrimitas : Tetraparesis (+), oedem (-)
Neurologi : Tes Hoffman Tromner (-), tes babinski (-), tes chaddoc (-)

Diagnosis :  Sindroma Guillain Bare
Terapi : Injeksi dexamethason 3x1
 Enerplus 2x1
 Infus RL

Pembahasan
Sindrom guillain barre adalah suatu penyakit demielinasi polineuropati akut yang merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis. Usaha untuk mengetahui etiologi dari sindrom guillain barre terus dilakukan. Walaupun sudah dapat diketahui bahwa SGB bukan penyakit herediter dan menular namun penyebab pasti dari keadaan ini belum diketahui. Data penelitian menunjukan bahwa pasien yang menderita SGB memiliki riwayat sakit karena agen virus tertentu 1-3 minggu sebelumnya.
Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis. SBG ditandai dengan timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan motorik perifer.
Kriteria diagnostik SGB menurut The National Institute of Neurological and Communicative Disorders and Stroke ( NINCDS)
Gejala utama :
1. Kelemahan yang bersifat progresif pada satu atau lebih ekstremitas dengan atau tanpa disertai ataxia
2. Arefleksia atau hiporefleksia yang bersifat general
Gejala tambahan :
1. Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat, maksimal dalam 4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80% dalam 3 minggu, dan 90% dalam 4 minggu.
2. Relatif simetris.
3. Gejala gangguan sensibilitas ringan.
4. Gejala saraf kranial, 50% terjadi parese N VII dan sering bilateral. Saraf otak lain dapat terkena khususnya yang mempersarafi lidah dan otot-otot menelan, kadang < 5% kasus neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak lain.
5. Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti, dapat memanjang sampai beberapa bulan.
6. Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural, hipertensi dan gejala vasomotor.
7. Tidak ada demam saat onset gejala neurologis
Pemeriksaan LCS :
1. Peningkatan protein
2. Sel MN < 10 /ul
Pemeriksaan elektrodiagnostik : terlihat adanya perlambatan atau blok pada konduksi impuls saraf

Kesimpulan
Sebagian besar kasus sindrom guillain barre ini mempunyai prognosis yang baik. Bahkan sebagian kasus dapat sembuh sendiri. Namun pengobatan secara umum tetap dilakukan dengan tujuan meringankan gejala. Selain itu perlu dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama akibat kelemahan yang ditimbulkan sehingga menyebabkan angka kecacatan (gejala sisa) cukup tinggi.

Referensi
1. American Association of Family Physician. (2004). Guillain-Barre syndrome. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2011 http://www.aafp.org/afp/2004/0515/p2405.html
2. Chibber, Sameer. Tseng, Brian. (2010). Guillain-Barre Syndrome in Childhood. Diakses pada tanggal 12 Oktober 2011  dari http://www.emedicine.medscape.com/article/1180594-overview  
3. Davids, Heather Rachel. Oleszek, Joyce L.., Cha-Kim, Angela.. (2010). Guillain-Barre Syndrome. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2011  dari www.emedicine.medscape.com 
4. Harsono. (2007). Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta: Gama Press.

6/25/2015

, , ,

Laporan Kasus Radiologi Ileus Obstruktif

Laporan kasus Ileus Obstruktif dalam blog ini disusun berdasarkan kasus nyata maupun kasus fiktif. Seluruh referensi  dalam laporan kasus Ileus Obstruktif ini kami tulis berdasarkan literatur. Apabila ada prosedur penegakan diagnosis atau tatalaksana yg kurang tepat silahkan tinggalkan komentar pada artikel laporan kasus Ileus Obstruktif ini.

Abstrak
Ileus obstruktif adalah keadaan dimana isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena ada sumbatan atau hambatan yang disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan, atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus, sehingga memunculkan gejala-gejala obstruktif seperti muntah, distensi abdomen, nyeri abdomen dan tidak bisa defekasi. Menurut Bank Data Departemen Kesehatan Indonesia  di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004. Pemeriksaan rontgen abdomen tiga posisi meliputi posisi supine, erect dan left lateral decubitus bisa sangat bermanfaat dalam mengkonfirmasi diagnosis ileus obstruktif. Adanya gambaran usus terdistensi dengan batas udara-cairan > 2, yang berukuran lebih dari 2,5 cm, serta adanya gambaran batas udara cairan dengan selisih 5 mm pada satu segmen usus pada film tegak memiliki nilai signifikan dalam membantu penegakan diagnosis ileus obstruktif. Terapi ileus obstruktif biasanya melibatkan intervensi bedah emergensi, sehingga penegakan diagnosis yang cepat  dan akurat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang terutama rontgen abdomen sangat dibutuhkan.

Isi
Pasien wanita berusia 65 tahun datang dengan keluhan perut terasa kembung dan nyeri. Keluhan nyeri awalnya dirasakan pada bagian tengah perut dan hilang timbul sejak 3 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh mual. Pasien mengatakan tidak bisa kentut dan BAB. Sebelumnya BAB rutin 1-2 hari sekali, diare disangkal. Kemudian pasien mengeluh muntah. Badan terasa lemas dan nafsu makan menurun. BAK tidak ada keluhan, air kencing kuning, tidak bercampur darah atau berpasir. Saat datang ke RS keluhan nyeri perut semakin dirasakan. Muntah 2x sebelum ke RS. Muntah berupa makanan yang dimakan dan bercampur warna sedikit kehijauan. BAB (-), flatus (-). Riwayat periksa/minum obat untuk mengurangi keluhan disangkal. Pasien memiliki riwayat Hipertensi.
Vital sign: Tekanan darah 170/110 mmHg, nadi 86 kali/menit, respirasi 22 kali/menit, dan suhu 37,40C.
Pemeriksaan fisik : Mata CA -/- SI-/- Cowong -/-, Telinga sekret -/-, Hidung sekret -/-, nafas cuping -/-, Mulut buchal basah (+), Lnn teraba (-)Thorax simetris, vesikuler, ronkhi-/-. wheezing-/- S1-S2 reguler murni, Abdomen supel, hypertimpani (+), peristaltik (+) meningkat, metallic sound (-), NT (+) perut kanan atas dan bawah, hernia (-) hepatomegali (-), ekstremitas edema (-) akral hangat, nadi teraba kuat.
Foto abdomen 3 posisi: tampak dilatasi usus pada proyeksi sentral dengan gambaran Herring bone, tampak multiple air fluid level dengan step-ladder patter. Tak jelas adanya udara bebas dalam peritoneum dan tak tampak adanya dilatasi pada proyeksi colon.
Kemudian dilakukan tindakan operasi cito laparotomi eksplorasi atas indikasi Ileus Obstruktif. Durante operasi didapatkan adanya volvulus pada segmen ileocaecal junction yang menyebabkan obstruksi.


Diagnosis
Ileus Obstruktif e.c Volvulus Ileocaecal Junction
Hipertensi Stage II tidak terkontrol
Terapi
- Operasi cito laparotomi eksplorasi
- Inf. RL 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
- Inj. Ketorolac 30mg/8 jam
- Inj. Ranitidin 150mg/12 jam

Diskusi
Pasien pada kasus ini datang dengan keluhan mual muntah, nyeri perut, distensi abdomen dan tidak bisa flatus serta BAB. Keluhan dirasakan sejak 3 hari dan memburuk hingga pasien datang ke RS. Keluhan tersebut merupakan tanda kardinal dari kondisi ileus obstruktif. Menurut Jackson & Raiji (2011) hampir 15% pasien yang datang ke instalasi gawat darurat dengan keluhan akut abdomen merupakan kasus ileus obstruktif. Penegakan diagnosis yang baik dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang harus dilakukan dengan segera karena kasus ileus obstruktif merupakan salah satu kondisi akut abdomen. Kasus ini merupakan salah satu kasus yang biasanya memerlukan intervensi bedah emergensi karena bila tidak segera ditangani dapat mengakibatkan komplikasi seperti iskemia, perforasi serta gangguan hemodinamika dan elektrolit, hingga menyebabkan kematian. 
Pemeriksaan awal pada pasien dengan gejala kardinal ileus obstruktif meliputi pemeriksaan foto polos abdomen posisi erect dan left lateral decubitus. Pada posisi tersebut keberadaan udara bebas dalam peritoneum dapat terlihat diatas proyeksi hepar. Pemeriksaan rontgen abdomen hampir 60% akurat dalam menegakkan diagnosis ileus obstruktif. Namun foto polos abdomen dapat pula memperlihatkan kondisi normal pada kondisi awal obstruksi atau pada obstruksi segmen duodenal dan jejunal. Pada hasil rontgen abdomen 3 posisi pasien ini menunjukkan adanya dilatasi beberapa loops proyeksi usus halus, serta terdapat gambaran batas udara cairan yang tersususn step ladder atau pola tangga pada posisi erect. Gambaran ini sangat mengarah pada kondisi ileus obstruktif mekanik. Sesuai penelitian Thompson et.al (2007) yang berkesimpulan bahwa adanya gambaran lebih dari 2 batas udara air, dengan ukuran lebih dari 2,5 cm, dan adanya batas udara air dengan ukuran selisih 5 mm pada satu segmen usus yang terdilatasi pada foto rontgen abdomen merupakan tanda yang signifikan untuk ileus obstruksi. Tindakan pembedahan direkomendasikan pada pasien yang tidak membaik dalam 48 jam setelah dilakukan perawatan konservatif (Fevang et.al, 2007). Sedangkan pada kasus ini, kurang dari 24 jam setelah diagnosis ileus obstruktif ditegakkan, segera direncakan tindakan pembedahan laparotomi eksplorasi sebagai tindakan definitif. Durante pembedahan, ditemukan adanya volvulus pada segmen ileocaecal junction yang merupakan penyebab terjadinya obstruksi. Kemudian didapatkan usus yang kolaps pada bagian distal dari lokasi volvulus. Hal tersebut sesuai dengan gambaran radiologis abdomen yang mana hanya tampak dilatasi pada proyeksi sentral atau usus halus, yaitu proksimal dari lokasi volvulus. Sedangkan gambaran dilatasi proyeksi colon cenderung tidak tampak.

Kesimpulan
- Ileus obstruktif adalah keadaan dimana isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena ada sumbatan atau hambatan. Kondisi tersebut mengakibatkan tanda dan gejala kardinal ileus obstruktif yaitu; nyeri abdomen, distensi abdomen, mual muntah dan tidak bisa defekasi. Kasus ileus obstruktif adalah salah satu akut abdomen yang biasanya memerlukan tindakan bedah emergensi, karena memiliki komplikasi yang dapat berujung pada kematian.
- Penegakan diagnosis ileus obstruktif berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang salah satunya rontgen abdomen 3 posisi.
- Pada foto rontgen abdomen 3 posisi adanya gambaran lebih dari 2 batas udara air, dengan ukuran lebih dari 2,5 cm, dan adanya batas udara air dengan ukuran selisih 5 mm pada satu segmen usus yang terdilatasi  merupakan tanda yang signifikan untuk ileus obstruksi (p< 0.001).
- Pada pasien ini hasil anamnesis pemeriksaan fisik yang menunjukkan adanya tanda dan gejala kardinal ileus obstruktif; pemeriksaan penunjang menunjukkan adanya gambaran batas udara air multipel tersusun pola tangga, dilatasi proyeksi usus halus, serta pasca pembedahan ditemukan volvulus pada segmen ileocaecal junction sehingga tegak diagnosis ileus obstruktif e.c volvulus segmen ileocaecal junction.


Referensi
1. Ali Nawaz Khan, MBBS, FRCS, FRCP, FRCR . (2013) Small-Bowel Obstruction Imaging  http://emedicine.medscape.com/article/374962-overview#a01 
2. Fevang BT, Jensen D, Svanes K, Viste A. Early operation or conservative management of patients with small bowel obstruction? Eur J Surg. 2002;168(8–9):475–481.
3. Jackson, P.G, Raiji, M.  (2011) Evaluation and Management of Intestinal Obstruction http://www.aafp.org/afp/2011/0115/p159.html 
4. Lappas JC, Reyes BL, Maglinte DD. Abdominal radiography findings in small-bowel obstruction: relevance to triage for additional diagnostic imaging. AJR Am J Roentgenol. 2001;176(1):167–174.
5. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong, 2005, Usus Halus, Apendiks, Kolon dan Anorektum. Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta.
6. William M. Thompson et.al Accuracy of Abdominal Radiography in Acute Small-Bowel Obstruction: Does Reviewer Experience Matter? American Journal of Roentgenology 2007 188:3, W233-W238

6/19/2015

, , ,

Referat Persalinan Presentasi Bokong


Referat dalam blog ini disusun berdasarkan kasus nyata maupun fiktif. Referat disusun berdasarkan berbagai macam literatur. Apabila terdapat kesalahan dalam artikel referat, silahkan tinggalkan komentar.

Kehamilan pada bayi dengan presentasi bokong (sungsang) dimana bayi letaknya sesuai dengan sumbu badan ibu, kepala berada pada fundus uteri, sedangkan bokong merupakan bagian terbawah di daerah pintu atas panggul atau simfisis.
Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap ruangan dalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu, jumlah air ketuban relatif lebih banyak, sehingga memungkinkan janin bergerak dengan leluasa. Kondisi anatomi uterus dan keberadaan air ketuban tersebut memungkinkan terjadinya perbedaan posisi penempatan janin menjadi presentasi kepala, bokong atau letak lintang. 
Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah air ketuban relatif berkurang. Karena bokong dengan kedua tungkai terlipat lebih besar daripada kepala, maka bokong dipaksa untuk menempati ruang yang lebih luas di fundus uteri, sedangkan kepala berada ruangan yang lebih kecil di segmen bawah uterus. Dengan demikian dapat dimengerti mengapa pada kehamilan belum cukup bulan, frekuensi letak sungsang lebih tinggi, sedangkan pada kehamilan cukup bulan, janin sebagian besar ditemukan dalam presentasi kepala. Kejadian letak sungsang pada kehamilan cukup bulan berkisar antara 2-3% bervariasi di berbagai tempat. Sekalipun kejadian kecil, tetap mempunyai penyulit yang besar dengan angka kematian sekitar 20-30% .
Pada letak kepala, kepala yang merupakan bagian terbesar lahir terlebih dahulu, sedangkan pesalinan letak sungsang justru kepala yang merupakan bagian terbesar bayi akan lahir terakhir. Persalinan kepala pada letak sungsang tidak mempunyai mekanisme “Maulage” karena susunan tulang dasar kepala yang rapat dan padat, sehingga hanya mempunyai waktu 8 menit, setelah badan bayi lahir. Keterbatasan waktu persalinan kepala dan tidak mempunyai mekanisme maulage dapat menimbulkan kematian bayi yang besar (Manuaba,1998).
Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni:
Presentasi bokong (frank breech) (50-70%). Pada presentasi bokong akibat ekstensi kedua sendi lutut, kedua kaki terangkat ke atas sehingga ujungnya terdapat setinggi bahu atau kepala janin. Dengan demikian pada pemeriksaan dalam hanya dapat diraba bokong.
Presentasi bokong kaki sempurna ( complete breech ) ( 5-10%). Pada presentasi bokong kaki sempurna disamping bokong dapat diraba kaki.
Presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki ( incomplete or footling ) ( 10-30%). Pada presentasi bokong kaki tidak sempurna hanya terdapat satu kaki di samping bokong, sedangkan kaki yang lain terangkat ke atas. Pada presentasi kaki bagian paling rendah adalah satu atau dua kaki.
B. Etiologi / Penyebab Letak Sungsang
Kondisi Maternal
a. Keadaan rahim
- Rahim arkuatus
- Septum pada rahim
- Uterus Dupletis
- Mioma bersama kehamilan
b. Keadaan plasenta
- Plasenta retak rendah
- Plasenta previa
c. Keadaan jalan lahir
- Kesempitan panggul
- Deforrmitas tulang panggul
- Terdapat tumor yang menghalangi jalan lahir dan perputaran keposisi kepala
Kondisi Fetal
Pada janin terdapat berbagai keadaan yang menyebabkan letak sungsang
- Tali pusat pendek atau lilitan tali pusat
- Hidrosefalus atau Anensefalus
- Kehamilan kembar
- oligohidramnion
- Prematuritas

C. Diagnosa
Anamnesa
Kehamilan terasa penuh dibagian atas dan gerakan terasa lebih banyak dibagian bawah. Pergerakan anak teraba oleh si ibu di bagian perut bawah, di bawah pusat, dan ibu sering merasa benda keras (kepala) mendesak tulang iga.

Pemeriksaan abdominal
Dari inspeksi tampak pembesaran abdomen memanjang. Pada palpasi teraba bagian keras, bundar, dan melenting pada fundus uteri. Punggung anak dapat diraba pada salah satu sisi perut dan bagian – bagian kecil pada pihak yang berlawanan. Di atas symphisis teraba bagian yang kurang bundar dan lunak.
Denyut jantung janin 
Denyut jantung janin terdengar paling keras pada atau di atas umbilicus dan pada sisi yang sama pada punggung. Pada RSA (Right Sacrum Antorior) denyut jantung janin terdengar paling keras di kuadrat kanan atas perut ibu kadang-kadang denyut jantung janin terdengar di bawah umbilicus
Pemeriksaan vaginal
Bagian terendah teraba tinggi. Tidak teraba kepala yang keras, rata dan teratur dengan garis-garis sutura dan fontanella. Hasil pemeriksaan negatif ini menunjukkan adanya mal presentasi. Bagian terendahnya teraba lunak dan ireguler. Bokong dapat dikelirukan dengan muka. Kadang-kadang pada presentasi bokong murni sacrum tertarik ke bawah dan teraba oleh jari-jari pemeriksa.
Pemeriksaan Sinar X
Sinar X menunjukkan dengan tepat sikap dan posisi janin, demikian pula kelainan-kelainan seperti hydrocephalus.

Perawatan antenatal pada presentasi bokong.
Pada Primigravida:
- Pada usia kehamilan 30-32 minggu, dapat dianjurkan untuk melakukan knee chest position selama
- 10 menit, sebanyak 3 kali sehari
- Pasien diminta datang kembali 2 minggu kemudian
- Pada usia kehamilan 34-36 minggu, bisa dicoba untuk melakukan versi luar, dengan syarat: 
1) ketuban belum pecah 
2) janin belum masuk pintu atas panggul
3) tersedia fasilitas kamar operasi darurat jika terjadi gawat janin dan seksio sesarea harus segera dilakukan.
Pada Multigravida:
- Pada usia kehamilan 32-34 minggu, dapat dianjurkan untuk melakukan knee chest position selama 10 menit, sebanyak 3 kali sehari
- Pasien diminta datang kembali 2 minggu kemudian
- Pada usia kehamilan 36-38 minggu, bisa dicoba untuk melakukan versi luar, dengan syarat: 
1) ketuban belum pecah 
2) janin belum masuk pintu atas panggul
3) tersedia fasilitas kamar operasi darurat jika terjadi gawat janin dan seksio sesarea harus segera dilakukan.


Simak file lengkapnya di Referat Persalinan Presentasi Bokong.doc !

6/11/2015

,

Laporan Kasus Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik

Laporan kasus Episode Depresif Berat dalam blog ini disusun berdasarkan kasus nyata maupun kasus fiktif. Seluruh referensi  dalam laporan kasus Episode Depresif Berat ini kami tulis berdasarkan literatur. Apabila ada prosedur penegakan diagnosis atau tatalaksana yg kurang tepat silahkan tinggalkan komentar pada referat laporan kasus Episode Depresif Berat ini. 


Seorang wanita, Ny. M, 24 tahun diantar oleh ibunya datang ke Poliklinik Jiwa dengan keluhan Ibu pasien merasa ada perubahan yang terjadi pada anaknya. Ibu pasien menyadari perubahan pada anaknya sejak 2 tahun yang lalu, sejak anaknya bekerja di modiste yang diikutinya. Anaknya menjadi jauh lebih pendiam, kadang-kadang menangis sendiri, atau kadang-kadang diam saja. Pasien mengatakan dengan yakin bahwa perasaan bersalah itu selalu ada di dalam dirinya, pasien juga tidak mengerti mengapa rasa bersalah itu ada dan terus-terusan membuat pasien sedih dan merasa berdosa, sehingga pasien terus-terusan diam dan merenung. Pasien sempat merasa konsentrasi dan perhatiannya berkurang terhadap sesuatu, Pasien juga sempat merasa tidurnya terganggu, kadang menjadi tidak nyenyak dan sering terbangun.

Pemeriksaan tanda-tanda vital sign dalam batas normal : Tekanan Darah : 120/80 mmHg, Nadi : 88x/menit, Laju Respirasi : 22x/menit, Suhu : 36,5. Pemeriksaan fisik didapatkan semua dalam batas normal :
Status Psikiatri :
   Wanita berumur 24 tahun, tampak berpakaian wajar dan sesuai dengan usianya dan jenis kelaminnya, pasien tampak murung, sedih, dan tatapannya kosong.
Status Psikiatri
Kesadaran                      : Compos mentis
Orientasi                         : Orang, Waktu, Tempat, Situasi : Baik
Sikap                               : Apatis Hipoaktif
Perilaku motorik             : Cara berjalan normal, normo aktivitas
Penampilan/rawat diri     : Cukup, Sesuai umur, sesuai gender
Mood                              : Depresif/disforik
Afek                               : Terbatas atau menyempit
Bentuk pikiran                : Non realistic
Progresi piker
Kuantitatif                      : Remming
Kualitatif                        : Relevan dan koheren
Isi Pikir                           : Miskin Isi Pikir
Waham                           : Waham bersalah, waham berdosa
Hubungan Jiwa              : Sulit dibina
Perhatian                        : Mudah ditarik, sulit dicantum
Persepsi                          : Halusinasi (-)
Insight                            : Derajat 1

Diagnosis : 
AKSIS I (Gangguan jiwa, kondisi yang menjadi fokus perhatian)
F32.3 Episode Depresif  Berat dengan Gejala Psikotik
AKSIS II (Gangguan kepribadian, retardasi mental)
Tidak ada
AKSIS III (Kondisi Medik Umum)
Tidak ada
AKSIS IV (Stressor Psikososial)
Masalah berkaitan dengan lingkungan sosial
AKSIS V (Fungsi Sosial)
50-41 : gejala berat (serius), disabilitas berat

Terapi : 
Farmakoterapi
- Anti Depresant
Amitryptiline 2 x 25 mg
Diberikan kepada pasien usia muda (young healthy) yang lebih besar toleransi terhadap efek samping sedatif, otonomik, dan kardiologik relative besar, bermanfaat untuk meredakan “agitated depression”. 
- Anti Psikotik (Serotonin Dopamin Antagonis)
Risperidone 2 x 2mg
Diberikan kepada pasien dengan gejala psikotik dimana gejala negatif yang lebih dominan seperti adanya gangguanperasaan, gangguan hubungan social (menarik diri), gangguan proses piker.

Psikoterapi
Terapi interpersonal 
Berfokus pada konteks sosial depresi dan hubungan pasien dengan orang lain. Memberikan ventilasi yakni memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan isi hati dan keinginannya supaya pasien merasa lega.
Terapi kognitif-behavioral
Berfokus pada mengoreksi pikiran-pikiran negatif, perasaaan bersalah yang tidak rasional dan rasa pesimis pasien. Dapat juga dengan memberikan nasehat dan pengertian kepada pasien mengenai penyakitnya dan cara menghadapinya agar pasien mengetahui kondisi dirinya.
Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada keluarga pasien dan orang sekitar agar memberi dukungan kepada pasien. Dukungan moral dan suasana kondusif sehingga membantu proses penyembuhan.


Diskusi : 
Episode depresi. Mood terdepresi, kehilangan minat dan berkurangnya energy adalah gejala utama dari depresi. Pasien mungkin mengatakan perasaannya sedih, tidak mempunyai harapan, dicampakkan, atau tidak berharga. Emosi pada mood depresi kualitasnya berbeda dengan emosi duka cita atau kesedihan yang normal.
Pasien dalam keadaan mood terdepresi memperlihatkan kehilangan energi dan minat, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, berpikir mati atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk perubahan dalam tingkat aktivitas, kemampuan kognitif, bicara dan fungsi vegetative (termasuk tidur, aktivitas seksual dan ritme biologik yang lain). Gangguan ini hampir selalu menghasilkan hendaya interpersonal, sosial dan fungsi pekerjaan.
Adapun gambaran klinik dari pasien depresi ini antara lain :
, yang mungkin dinyatakan pasien sebagai suatu kehilangan dan sedih. Biasanya dia menarik diri dari kehidupan sosialnya. Segala sesuatu kelihatannya tanpa harapan, selalu murung, ansietas mungkin ada atau pasien mungkin mencoba untuk menyembunyikan keluhannya (depresi senyum).
1. Variasi diurnal, dimana semua gejala cenderung memburuk pada dini hari dan membaik di siang hari.
2. Bunuh diri, dapat menjadi tanda awal penyakit. Kemungkinan bunuh diri sulit diduga sebelumnya, tetapi selalu harus diperhitungkan. Pikiran bunuh diri seharusnya selalu ditanyakan dan jika ada harus dianggap serius. Penderita depresi jarang membunuh keluarganya, tetapi kalau terjadi biasanya karena dia merasa harus menyelamatkan keluarganya dari kehidupan yang sengsara.
3. Retardasi atau perlambatan berpikir biasa ditemukan dan dicerminkan dalam pembicaraan serta pergerakannya. Ada kemiskinan pikiran dan kesulitan berkonsentrasi. Pada  kasus lain agitasi mungkin menjadi gejala dominan, disertai dengan adanya kegelisahan motorik yang nyata.
4. Perasaan bersalah sering ditemukan disertai mengomeli diri sendiri dan turunnya penilaian diri. Dalam kasus berat, bisa timbul waham dimana penyakit yang dideritanya merupakan suatu hukuman untuk dosanya di masa lampau, baik itu dosa yang dikhayalkannya maupun kesalahan yang memang benar-benar pernah ia lakukan. Pasien juga bisa merasa bahwa dia dipandang rendah dan dituduh bejad oleh orang lain. Kemungkinan ada keasyikan sendiri, hipokondriasis dan waham hipokondria. Mungkin juga ada waham kemiskinan atau waham nihilistik.
5. Halusinasi jarang ditemukan, tetapi dapat timbul pada kasus berat.
6. Depersonalisasi dan derealisasi tidak jarang terjadi. Pasien menyatakan bahwa dia kehilangan perasaan dan mempunyai sensasi asing. Dia merasa tidak nyata dan baginya benda-benda terlihat tidak nyata. 
7. Pikiran dan tindakan berisi perasaan bersalah atau menyalahkan diri sendiri mungkin ditemukan.
8. Insomnia sering ditemukan. Gejala khasnya pasien mula-mula bangun dini hari, kemudian semakin lama semakin pagi dan bahkan akhirnya dapat menjadi insomnia total.
9. Anoreksia, konstipasi, gangguan pencernaan, penurunan berat badan, amenore dan kehilangan libido biasa ditemukan. Mungkin terjadi kelelahan dan letargi, atau tanda autonom ansietas.
Pikiran untuk melakukan bunuh diri dapat timbul pada sekitar dua pertiga pasien depresi, dan 10-15% melakukan bunuh diri. Mereka yang dirawat dirumah sakit dengan percobaan bunuh diri dan ide bunuh diri mempunyai umur hidup lebih panjang disbanding yang tidak dirawat. Beberapa pasien depresi terkadang tidak menyadari ia mengalami depresi dan tidak mengeluh tentang gangguan mood meskipun mereka menarik diri dari keluarga, teman dan aktifitas yang sebelumnya menarik bagi dirinya. Hampir semua pasien depresi (97%) mengeluh tentang penurunan energi dimana mereka mengalami kesulitan menyelesikan tugas, mengalami kendala disekolah dan pekerjaan, dan menurunnya motivasi untuk terlibat dalam kegiatan baru. Sekitar 80% pasien mengeluh masalah tidur, khusunya terjaga dini hari (terminal insomnia) dan sering terbangun dimalam hari karena memikirkan masalh yang dihadapi. Kebanyakan pasien menunjukkan peningkatan atau penurunan nafsu makan, demikian pula dengan bertambah dan menurunnya berat badan serta mengalami tidur lebih lama dari yang biasa.

Bagaimana diagnos banding dan tatalaksananya? Simak selengkapnya di Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik.doc !

6/10/2015

, , ,

Referat Ektima

Referat dalam blog ini disusun berdasarkan kasus nyata maupun fiktif. Referat disusun berdasarkan berbagai macam literatur. Apabila terdapat kesalahan dalam artikel referat, silahkan tinggalkan komentar.

I. PENDAHULUAN

Ektima adalah pioderma ulseratif kulit yang umumnya disebabkan oleh Streptococcus β-hemolyticus. Penyebab lainnya bisa Staphylococcus aureus atau kombinasi dari keduanya. Menyerang epidermis dan dermis membentuk ulkus dangkal yang ditutupi oleh krusta berlapis, biasanya terdapat pada tungkai bawah.(1,2)
Pioderma ialah penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus, atau oleh kedua-duanya. Faktor predisposisi yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit ini adalah hygiene yang kurang, menurunnya daya tahan tubuh, atau jika telah ada penyakit lain di kulit.(3)
Streptococcus merupakan organisme yang biasanya menyebabkan infeksi pada ektima. Gambaran ektima mirip dengan impetigo, namun kerusakan dan daya invasifnya pada kulit lebih dalam daripada impetigo. Infeksi diawali pada lesi yang disebabkan karena trauma pada kulit, misalnya, ekskoriasi, varicella atau gigitan serangga. Lesi pada ektima awalnya mirip dengan impetigo, berupa vesikel atau pustul. Kemudian langsung ditutupi dengan krusta yang lebih keras dan tebal daripada krusta pada impetigo, dan ketika dikerok nampak lesi punched out berupa ulkus yang dalam dan biasanya berisi pus.(4,5)

II. EPIDEMIOLOGI

Insiden ektima di seluruh dunia tepatnya tidak diketahui. Frekuensi terjadinya ektima berdasarkan umur biasanya terdapat pada anak-anak dan orang tua, tidak ada perbedaan ras dan jenis kelamin (pria dan wanita sama). Pada anak-anak kebanyakan terjadi pada umur 6 bulan sampai 18 tahun.(1,4) 
Dari hasil penelitian epidemiologi didapatkan bahwa tingkat kebersihan dari pasien dan kondisi kehidupan sehari-harinya merupakan penyebab yang paling terpenting untuk perbedaan angka serangan, beratnya lesi, dan dampak sistemik yang didapatkan pada pasien ektima.(6)
Ektima merupakan penyakit kulit berupa ulkus yang paling sering terjadi pada orang-orang yang sering bepergian (traveler). Pada suatu studi kasus di Perancis, ditemukan bahwa dari 60 orang wisatawan, 35 orang (58%) diantaranya mendapatkan infeksi bakteri, dimana bakteri terbanyak yang ditemukan yaitu Staphylococcus aureus dan Streptococcus B-hemolyticus grup A yang merupakan penyebab dari penyakit kulit impetigo dan ektima. Dari studi kasus ini pula, ditemukan bahwa kebanyakan wisatawan yang datang dengan ektima memiliki riwayat gigitan serangga (73%).(7,8)

III. ETIOLOGI

Ektima merupakan pioderma ulseratif pada kulit yang umumnya disebabkan oleh Streptococcus β-hemolyticus grup A. Status bakteriologi dari ektima pada dasarnya mirip dengan Impetigo. Keduanya dianggap sebagai infeksi Streptococcus, karena pada banyak kasus didapatkan kultur murni Streptococcus pyogenes. Ini didasarkan pada isolasi Streptococcus dan Staphylococcus dan dari beberapa Staphylococcus saja. (9)
Streptococcus β-hemolyticus grup A dapat menyebabkan lesi atau menginfeksi secara sekunder lesi yang sudah ada sebelumnya. Adanya kerusakan jaringan (seperti ekskoriasi, gigitan serangga, dermatitis) dan keadaan imunokompromis (seperti diabetes dan neutropenia) merupakan predisposisi pada pasien untuk timbulnya ektima. Penyebaran infeksi Streptococcus pada kulit diperbesar oleh kondisi lingkungan yang padat dan hygiene yang buruk.(9,10)


Bagaimana patofisiologi, gambaran klinis dan tatalaksanaya? Simak selengkapnya di file Referat Ektima.doc !

6/07/2015

, , ,

Referat Manajemen Elektrolit

Referat dalam blog ini disusun berdasarkan kasus nyata maupun fiktif. Referat disusun berdasarkan berbagai macam literatur. Apabila terdapat kesalahan dalam artikel referat, silahkan tinggalkan komentar.


PENDAHULUAN


Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Elektrolit terdapat pada seluruh cairan tubuh. Cairan tubuh mengandung oksigen, nutrien, dan sisa metabolisme (seperti karbondioksida), yang semuanya disebut ion. Beberpa jenis garam akan dipecah menjadi elektrolit. Contohnya NaCl akan dipecah menjadi Na+ dan Cl-. Pecahan elektrolit tersebut merupakan ion yang dapat mengahantarkan arus litrik. Elektrolit adalah substansi ion-ion yang bermuatan listrik yang terdapat pada cairan. Satuan pengukuran elektrolit menggunakan istilah milliequivalent (mEq). Satu milliequivalent adalah aktivitass secara kimia dari 1 mg dari hidrogen. 3
·         Ion-ion positif disebut kation. Contoh kation antara lain natrium, kalium, kalsium, dan magnesium
·         ion-ion negatif disebut anion. Contoh anion antara lain klorida, bikarbonat, dan fosfat.
Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah merupakan salah satu bagian dari fisiologi homeostatis. Cairan dan elektrolit merupakan bagian dalam tubuh yang berperan dalam memelihara fungsi dari organ tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit sangat penting dalam proses hemostasis baik untuk meningkatkan kesehatan maupun dalam proses penyembuhan penyakit. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya, jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya.
Gangguan cairan dan elektrolit dapat membawa pasien dalam kegawatan yang kalau tidak dikelola dengan cepat dan tepat dapat menimbulkan kematian. Usaha pemulihan kembali volume serta komposisi cairan dan elektrolit tubuh dalam kondisi yang normal disebut resusitasi cairan dan elektrolit. Penyebab utama gangguan cairan dan elektrolit adalah diare, muntah-muntah, peritonitis, ileus obstruktif, puasa, terbakar, atau karena perdarahan yang banyak. Tiap penyakit memiliki gangguan tersendiri sehingga sasaran terapinya juga berbeda. Agar terapi cairan tepat pada sasaran, diperlukan selain pengetahuan tentang patofisiologi penyakit, juga fisiologi dari cairan tubuh kita.

Gangguan elektrolit sering dikaitkan dengan abnormalitas dan kegawatan kardiovaskular dan neurologis. Abnormalitas ini jika tidak dikelola akan dapat menimbulkan henti jantung yang menyulitkan proses resusitasi. Pada beberapa kasus, gangguan elektrolit harus segera di koreksi dan di terapi sesegera mungkin tanpa harus menunggu hasil laboratorium keluar.

Apa saja kelainan akibat ketidakseimbangan elektrolit? Bagaimana manajemennya?
Simak selengkapnya dengan mendownload file Referat Manajemen Elektrolit.doc !

6/05/2015

, ,

Referat Konjungtivitis Vernalis

Referat dalam blog ini disusun berdasarkan kasus nyata maupun fiktif. Referat disusun berdasarkan berbagai macam literatur. Apabila terdapat kesalahan dalam artikel referat, silahkan tinggalkan komentar.


Konjungtivitis merupakan radang pada konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, klamidia, alergi toksik seperti konjungtivitis vernal, dan moluscum contangiosum.(1)
Konjungtivitis vernalis dikenal juga sebagai “catarrh musim semi” dan “konjungtivitis musiman” atau “konjungtivits musim kemarau”, adalah penyakit bilateral yang jarang yang disebabkan oleh alergi, biasanya berlangsung dalam tahun-tahun prapubertas dan berlangsung 5-10 tahun. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Penyakit ini perlu mendapatkan penekanan khusus. Hal ini karena penyakit ini sering kambuh dan menyerang anak-anak, dengan demikian, memerlukan pengobatan jangka panjang dengan obat yang aman.(2,3)
Allergen sulit dilacak, namun pasien konjuntivitis vernalis kadang-kadang menampakan manifestasi alergi lainnya yang berhubungan dengan sensitivitas tepung sari rumput. Penyakit ini lebih jarang di daerah beriklim sedang daripada daerah dingin.(2)


DEFINISI
Konjungtivitis vernalis adalah konjungtivitis akibat reaksi hipersensitivitas (tipe I) yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren. (1)

KLASIFIKASI
Terdapat dua bentuk utama konjngtivitis vernalis (yang dapat berjalan bersamaan), yaitu :
1. Bentuk palpebra  terutama mengenai konjungtiva tarsal superior. Terdapat pertumbuhan papil yang besar ( Cobble Stone ) yang diliputi sekret yang mukoid. Konjungtiva tarsal bawah hiperemi dan edem, dengan kelainan kornea lebih berat dari tipe limbal. Secara klinik, papil besar ini tampak sebagai tonjolan besegi banyak dengan permukaan yang rata dan dengan kapiler di tengahnya.
2. Bentuk Limbal  hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat membentuk jaringan hiperplastik gelatin, dengan Trantas dot yang merupakan degenarasi epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya pannus, dengan sedikit eosinofil.(1)

ETIOLOGI
Konjungtivitis vernal terjadi akibat alergi dan cenderung kambuh pada musim panas. Konjungtivitis vernal sering terjadi pada anak-anak, biasanya dimulai sebelum masa pubertas dan berhenti sebelum usia 20.(4)
PATOFISIOLOGI
Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang insterstitial yang banyak didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I dan IV. Pada konjungtiva akan dijumpai hiperemia dan vasodilatasi difus, yang dengan cepat akan diikuti dengan hiperplasi akibat proliferasi jaringan yang menghasilkan pembentukan jaringan ikat yang tidak terkendali. Kondisi ini akan diikuti oleh hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva sehingga terbentuklah gambaran cobblestone. Jaringan ikat yang berlebihan ini akan memberikan warna putih susu kebiruan sehingga konjungtiva tampak buram dan tidak berkilau. Proliferasi yang spesifik pada konjungtiva tarsal, oleh von Graefe disebut pavement like granulations. Hipertrofi papil pada konjungtiva tarsal tidak jarang mengakibatkan ptosis mekanik dan dalam kasus yang berat akan disertai keratitis serta erosi epitel kornea. 
Limbus konjungtiva juga memperlihatkan perubahan akibat vasodilatasi dan hipertropi yang menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang berat, kekeruhan pada limbus sering menimbulkan gambaran distrofi dan menimbulkan gangguan dalam kualitas maupun kuantitas stem cells limbus. Kondisi yang terakhir ini mungkin berkaitan dengan konjungtivalisasi pada penderita keratokonjungtivitis dan di kemudian hari berisiko timbulnya pterigium pada usia muda. Di samping itu, juga terdapat kista-kista kecil yang dengan cepat akan mengalami degenerasi.(3) 
GAMBARAN HISTOPATOLOGIK
Tahap awal konjungtivitis vernalis ditandai oleh fase prehipertrofi. Dalam kaitan ini, akan tampak pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil yang ditutup oleh satu lapis sel epitel dengan degenerasi mukoid dalam kripta di antara papil serta pseudomembran milky white. Pembentukan papil ini berhubungan dengan infiltrasi stroma oleh sel-sel PMN, eosinofil, basofil, dan sel mast. 
Hasil penelitian histopatologik terhadap 675 konjungtivitis vernalis mata yang dilakukan oleh Wang dan Yang menunjukkan infiltrasi limfosit dan sel plasma pada konjungtiva. Prolifertasi limfosit akan membentuk beberapa nodul limfoid. Sementara itu, beberapa granula eosinofilik dilepaskan dari sel eosinofil, menghasilkan bahan sitotoksik yang berperan dalam kekambuhan konjungtivitis. Dalam penelitian tersebut juga ditemukan adanya reaksi hipersensitivitas. Tidak hanya di konjungtiva bulbi dan tarsal, tetapi juga di fornix, serta pada beberapa kasus melibatkan reaksi radang pada iris dan badan siliar .
Fase vaskular dan selular dini akan segera diikuti dengan deposisi kolagen, hialuronidase, peningkatan vaskularisasi yang lebih mencolok, serta reduksi sel radang secara keseluruhan. Deposisi kolagen dan substansi dasar maupun seluler mengakibatkan terbentuknya deposit stone yang terlihat secara nyata pada pemeriksaan klinis. Hiperplasia jaringan ikat meluas ke atas membentuk giant papil bertangkai dengan dasar perlekatan yang luas. Kolagen maupun pembuluh darah akan mengalami hialinisasi. Epiteliumnya berproliferasi menjadi 5–10 lapis sel epitel yang edematous dan tidak beraturan. Seiring dengan bertambah besarnya papil, lapisan epitel akan mengalami atrofi di apeks sampai hanya tinggal satu lapis sel yang kemudian akan mengalami keratinisasi. 
Pada limbus juga terjadi transformasi patologik yang sama berupa pertumbuhan epitel yang hebat meluas, bahkan dapat terbentuk 30-40 lapis sel (acanthosis). Horner-Trantas dot`s yang terdapat di daerah ini sebagian besar terdiri atas eosinofil, debris selular yang terdeskuamasi, namun masih ada sel PMN dan limfosit. (3)

Gejala, diagnosis dan pengobatan selengkapnya download di referat Konjungtivitis Vernalis.doc !

6/01/2015

, , , , ,

Standar Operasional Prosedur (SOP) Sectio Cesarea

Standar Operasional Prosedur merupakan suatu pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja instansi pemerintah berdasarkan indikator-indikator teknis, administratif dan prosedural sesuai tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerjapada unit kerja yang bersangkutan.

Pengertian             Sectio Cesarea / Cesarean Section (Bedah Cesar) adalah tindakan mengiris dinding perut dan rahim untuk mengeluarkan janin pada ibu hamil dengan umur kehamilan lebih dari 28 minggu.

Tujuan  
a. melahirkan janin secepatnya.
b. mencegah komplikasi yang mengancam keselamatan ibu dan janin
Kebijakan             Standar Pelayanan Medis RSUD

Prosedur
    I. INDIKASI
1. panggul sempit absolute
2. disproporsi kepala panggul
3. plesenta previa / plasenta letak rendah di belakang
4. inkoordinasi uteri
5. pre eklampsia berat / eklampsia
6. ada riwayat seksio sesarea
7. induksi / stimulasi gagal
8. tumor jalan lahir yang mengganggu penurunan janin
9. fetal distress
10.          presentasi bokong dengan tali pusat ditunggangi
11.          presentasi muka dagu di belakang
12.          janin tumbuh lambat (kurang dari 70%)
13.          rupture uteri iminens
14.          atas permintaan pasien

II. KONTRA INDIKASI
     tidak ada

Prosedur
III. PERSIAPAN ALAT
1. Persiapan Personalia
Satu orang Dokter Obsgin sebagai operator dan dua orang selaku Asisten I dan Asisten II, satu orang selaku Instrumen.
2. Persiapan Pasien
a. Stop makan/minum minimal 6 jam sebelum operasi (kecuali emergensi).
b. Pasang IVFD.
c. Pasang dauwer kateter
d. Bersihkan dinding perut daerah operasi
3. Persiapan Operasi
a. Konsultasi Anestesi.
b. Pemeriksaan Laboratorium (minimal: Hb, AL, AT, CT, BT, HbsAg, Golongan darah).
c. Persediaan darah.
d. Persiapan alat operasi (oleh petugas IBS).
e. Informed consent dari Suami atau Keluarga.

IV. CARA KERJA
a. Pasien ditidurkan diatas meja operasi dengan sebelumnya diberikan premedikasi di Ruang Persiapan oleh bagian anestesi.
b. Dilakukan anestesi oleh Dokter Anestesi.
c. Dilakukan toilet pada daerah operasi dengan Alkohol 70%, kemudian dengan Betadine.
d. Pasien ditutup dengan duk steril kecuali daerah operasi.
e. Dilakukan irisan pada daerah perut 1 cm diatas SOP ke arah pusat sepanjang 10 cm atau irisan melintang (pfanen style), kemudian irisan diperdalam lapis demi lapis (subkutis, fasia, otot, peritoneum parietale).
f. Setelah peritoneum dibuka, pasang tampon usus, dilakukan pembukaan pada plika vesikouterina, kemudian kandung kencing disisihkan sejauh mungkin ke kaudal.
g. Dilakukan irisan pada segmen bawah rahim kemudian dilebarkan secara tumpul.
h. Tangan kiri operator memegang kepala janin (presentasi kepala), mencari kaki janin, kemudian melakukan ekstraksi (pada presentasi bokong dan letak lintang), setelah janin lahir dilakukan pemotongan tali pusat (diantara dua klem), muka bayi diusap untuk membersihkan lender, kemudian janin diserahkan kepada perawat / dokter perinatologi untuk Resusitasi.
i.  Plasenta secara manual, kemudian disuntikkan 10 unit Oksitosin intra mural.
j.  Sudut perdarahan kanan dan kiri diklem, kemudian diikat dengan benang kromik.
k. Segmen bawah rahim dijahit dua lapis secara satu-satu atau kros, kemudian plika vesikouterina dijahit secara jelujur.
l.  Tampon usus diangkat, kavum abdominal dibersihkan, control perdarahan.

Prosedur
 V. PERAWATAN PASCA OPERASI
1. Awasi tanda vital setiap 5 menit sampai stabil.
2. Stop makan / minum sampai flatus/peristaltic positif.
3. IVFD dengan mengontrol balance cairan sampai stabil.
4. Bila ada infeksi, dilakukan perawatan peritonitis. Pada pre eklampsia berat dan eklampsia dirawat di ICU sampai hemodinamika stabil.
5. Medikamentosa : antibiotic / roboransia / analgetik.
6. Hari ke 2 dilakukan mobilisasi.
7. Hari ke 3 penutup luka operasi dibuka dan diganti, perhatikan tanda infeksi. Jika tidak ada tanda infeksi, pasien boleh pulang.


Unit terkait            Ruang Bersalin, Ruang Nifas/Rawat Gabung, ICU, IBS, Ruang Bayi

, , ,

Laporan Kasus Sinusitis Dengan Polip Nasi

     Laporan kasus dalam blog ini disusun berdasarkan kasus nyata maupun kasus fiktif. Seluruh referensi  dalam laporan kasus ini kami tulis berdasarkan literatur. Apabila ada prosedur penegakan diagnois atau tatalaksana yg kurang tepat silahkan tinggalkan komentar pada referat laporan kasus yg dimaksud. 

1.      KASUS
            Seorang laki-laki berusia 15 tahun datang dengan keluhan hidung sering tersumbat sejak 5 tahun bulan yang lalu. Keluhan tersumbat dirasakn semakin parah saat pagi hari atau cuaca dingin. Pasien juga mengeluhkan adanya cairan yang keluar dari hidung, berwarna bening, jumlah sedikit, tidak berbau dan tidak bercampur darah. Sakit kepala, wajah terasa nyeri, kepala terasa berat saat posisi sujud juga dirasakan pasien. Riwayat pernah mimisan, trauma pada hidung disangkal. Riwayat operasi polip hidung sekitar 6 bulan yang lalu. Riwayat sering batuk, pilek, nyeri tenggorok disangkal. Riwayat alergi, asma disangkal. Riwayat penyakit amandel disangkal.
            Pada pemeriksaan fisik didapatkan vital sign dalam batas normal. Kemudian dari pemeriksaan rhinoskopi anterior tampak massa putih licin mengkilap pada kedua lubang hidung. Massa menutup hamper separuh lubag hidung. Pasien didiagnosa mengalami polip nasi bilateral dengan sinusitis kronis.

2.      DOKUMENTASI
Nama: Sdr. N
Alamat Anonim
Usia : 15 tahun
Pekerjaan : Pelajar
TTV: T: 110/80 mmHg           S: afebris         HR: 82x          RR: 20x/menit
Pemeriksaan Fisik Hidung:

Rhinoskopi Anterior
Kanan
Kiri
Vestibulum nasi
Furunkel (-)
Furunkel (-)
Cavum nasi
sempit
Sempit
Mukosa
hiperemis
Hiperemis
Konka media
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Konka inferior
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Konka superior
Tidak terlihat
Tidak terlihat
Deviasi septum
Tidak ada
Tidak ada
Massa
Massa putih, licin mengkilat
Massa putih licin mengkilat




3.      MASALAH YANG DIKAJI
Bagaiman prinsip dan tujuan tatalaksana pada pasien Sinusitis dengan Polip Nasi?

4.      ANALISIS
            Tujuan terapi sinusitis ialah mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi, dan mencegah perubahan menjadi kronis. Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di kompleks osteo-meatal sehingga drainase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.
Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus. Antibiotik yang dipilih adalah golongan penisilin seperti amoksisilin. Jika diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka dapat diberikan amoksisilin-klavulanat atau jenis sefalosporin generasi ke-2. Pada sinusitis antibiotik diberikan selama 10-14 hari walaupun gejala klinik sudah menghilang. Pada sinusitis kronik diberikan antibiotik yang sesuai untuk kuman gram negatif dan anaerob. Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika diperlukan, seperti analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau diatermi. Antihistamin tidak rutin diberikan karena sifat antikolinergiknya dapat menyebabkan sekret jadi lebih kental.
Sedangkan tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi ialah menghilangkan keluhan-keluhan, mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip. Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga polipektomi medikamentosa. Dapat diberikan topikal atau sistemik. Polip tipe eosinofil memberikan respon yang lebih baik terhadap pengobatan kortikosteroid intranasal dibandingkan dengan polip tipe neutrofil.

Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip yang sangat masif dipertimbangkan untuk terapi bedah. Dapat dilakukan ekstraksi polip (polipektomi) menggunakan senar polip atau cunam dengan analgesi lokal, ethmoidektomi intranasal atau ekstranasal untuk polip etmoid, operasi Caldwell-Luc untuk sinus maksila, dan yang terbaik adalah bila tersedia fasilitas endoskop maka dapat dilakukan tindakan BSEF (Bedah Sinus Endoskopi Fungsional).


Referensi
Mangunkusumo, Endang dan Damajanti Soetjipto. 2007. Sinusitis dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 150-3.

Mangunkusumo, Endang dan Retno S. Wardani. 2007. Polip Hidung dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 123-5.

Adams GL,Boeis LR, Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT BOEIS Edisi keenam:Anatomi dan Fisiologi  Telinga.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.1997.p; 30-38.