10/30/2016

, , , ,

Pengobatan Vertigo

Pengobatan vertigo terdiri atas:
1. Pengobatan Kausal Vertigo
Pada umumnya vertigo tidak diketahui penyebabnya. Bila penyebabnya dapat ditemukan, terapi kausal merupakan pilihan pertama.
2. Pengobatan Simptomatik (Sesuai Gejala)
Pengobatan simtomatik ditujukan pada vertigo (berputar, melayang) dan gejala otonom (mual, muntah). Obat yang dapat diberikan antara lain:
Calcium entry blocker
Anti histamin (sinarisin, dimenhidrinat, prometasin, cyclizine)
Anti kolinergik (skopolamin, atropin)
Monoaminergik (amfetamin, efedrin)
Anti dopaminergik (klorpromasin, droperidol)
Benzodiazepin (diazepam)
Histaminik (betahistin)
Beta blocker (carvedilol)
Anti epileptik (fenitoin)
3. Pengobatan Rehabilitatif
Tujuan pengobatan ini untuk menimbulkan dan meningkatkan kompensasi sentral dan habituasi pada pasien dengan gangguan vestibuler.
Mekanisme kerja terapi ini adalah:
Substitusi sentral oelh sistem visual dan somatosensori untuk fungsi vestibuler yang terganggu
Mengaktifkan kendali tonus inti vestibular oleh serebelum, sistem visual, dan somatosensori
Menimbulkan habituasi
Metode yang digunakan adalah:
Metode Brandt-Daroff
Metode ini dilakukan pada penderita BPPV, caranya yaitu pasien diminta duduk tegak di tepi tempat tidur dengan kaki tergantung. Kedua mata ditutup dan dengan cepat berbaring pada salah satu sisi tubuh selama 30 detik, dan duduk tegak kembali. Setelah 30 detik proses tersebut diulang dengan tubuh dibaringkan ke sisi lain.
Latihan ini dilakukan 5 kali pada pagi hari, 5 kali pada malam hari, hingga 2 hari berturut-turut tidak timbul vertigo lagi.
Latihan visual-vestibular
1. Pada pasien berbaring
Melirik ke atas, ke bawah, ke samping kiri dan kanan, selanjutnya sambil menatap jari yang digerakkan pada jarak 30 cm.
Kepala digerakkan fleksi dan ekstensi, semakin cepat, diulangi dengan mata tertutup, dan setelah itu kepala digerakkan ke kanan dan kiri
2. Pada pasien yang dapat duduk
Kepala digerakkan ke atas dan bawah dengan cepat sebanyak 5 kali, tunggu 10 detik hingga vertigo menghilang
Kepala digerakkan ke kiri/kanan atas selama 30 detik, kembali ke posisi awal selama 30 detik, dan menatap sisi lain selama 30 detik.
Sambil duduk membungkuk mengambil benda di lantai.
3. Pada pasien yang dapat berdiri/berjalan
Sambil berdiri, gerakkan mata dan kepala seperti latihan di atas.
Duduk di kursi lalu berdiri dengan mata terbuka dan tertutup.
Latihan berjalan
1. jalan menyebrangi ruangan dengan mata terbuka atau tertutup
2. jalan turun-naik pada lantai miring dengan mata terbuka dan tertutup
3. jalan mengelilingi seseorang sambil saling melempar bola

, ,

Penilaian Status Gizi Anak

Ada beberapa cara melakukan penilaian status gizi pada kelompok masyarakat. Salah satunya adalah dengan pengukuran tubuh manusia yang dikenal dengan Antropometri. Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi, antropomteri disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan variabel lain. Variabel tersebut adalah sebagai berikut : 
a.      Umur.
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang sering muncul adalah  adanya kecenderunagn untuk memilih angka yang  mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur  adalah  dalam bulan penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan ( Depkes, 2004).
b.      Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan  yang menurun. Berat badan ini  dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan menurut Umur) atau melakukan penilaian dengam melihat perubahan  berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling banyak digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya saja tergantung pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu (Djumadias Abunain, 1990).
c.       Tinggi Badan
Tinggi badan memberikan gambaran  fungsi pertumbuhan yang dilihat dari keadaan  kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan  sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan  keadaan   berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks TB/U ( tinggi badan menurut umur), atau juga  indeks BB/TB ( Berat Badan menurut Tinggi  Badan)  jarang dilakukan karena perubahan tinggi  badan yang lambat dan biasanya  hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan akibat tidak sehat yang menahun ( Depkes RI, 2004).
Berat badan dan tinggi badan   adalah salah satu parameter penting untuk menentukan status kesehatan manusia, khususnya yang berhubungan dengan status gizi. Penggunaan Indeks BB/U, TB/U dan BB/TB merupakan indikator status gizi untuk melihat adanya gangguan fungsi pertumbuhan dan komposisi tubuh (M.Khumaidi, 1994).
Penggunaan berat badan dan tinggi badan akan lebih jelas dan sensitive/peka dalam menunjukkan  keadaan gizi kurang bila  dibandingkan dengan penggunaan BB/U. Dinyatakan dalam BB/TB, menurut standar WHO bila prevalensi  kurus/wasting -2SD diatas 10 % menunjukan suatu daerah tersebut mempunyai masalah gizi yang sangat serius  dan berhubungan langsung dengan  angka kesakitan.

Data baku WHO-NCHS indeks BB/U, TB/U dan BB/TB disajikan dalan dua versi yakni persentil (persentile) dan skor simpang baku (standar deviation score = z). Menurut Waterlow,et,al, gizi anak-anak dinegara-negara yang populasinya relative baik (well-nourished), sebaiknya digunakan “presentil”, sedangkan dinegara untuk anak-anak yang populasinya relative kurang (under nourished) lebih baik menggunakan skor simpang baku (SSB) sebagai persen terhadap median baku rujukan ( Djumadias Abunaim,1990).

Tabel 2. Interpretasi Status Gizi Berdasarkan Tiga Indeks Antropometri (BB/U,TB/U, BB/TB  Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS)
No
Indeks yang digunakan
Interpretasi
BB/U
TB/U
BB/TB





1
Rendah
Rendah
Normal
Normal, dulu kurang gizi

Rendah
Tinggi
Rendah
Sekarang kurang ++

Rendah
Normal
Rendah
Sekarang kurang +
2
Normal
Normal
Normal
Normal

Normal
Tinggi
Rendah
Sekarang kurang

Normal
Rendah
Tinggi
Sekarang lebih, dulu kurang
3
Tinggi
Tinggi
Normal
Tinggi, normal

Tinggi
Rendah
Tinggi
Obese

Tinggi
Normal
Tinggi
Sekarang lebih, belum obese
Keterangan : untuk ketiga indeks ( BB/U,TB/U, BB/TB) :
Rendah   : < -2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS 
Normal   : -2 s/d +2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS
Tinggi    :  > + 2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS

Sumber : Depkes RI 2004.

Pengukuran Skor Simpang Baku (Z-score) dapat diperoleh dengan  mengurangi Nilai Induvidual Subjek (NIS) dengan Nilai Median Baku Rujukan (NMBR) pada umur yang bersangkutan,  hasilnya dibagi dengan Nilai Simpang Baku Rujukan (NSBR). Atau dengan menggunakan rumus :



                                                  Z-score = (NIS-NMBR) / NSBR

 
 



Status gizi berdasarkan rujukan WHO-NCHS dan kesepakatan Cipanas 2000  oleh para pakar Gizi dikategorikan seperti diperlihatkan pada tabel 1 diatas serta di interpretasikan berdasarkan  gabungan tiga indeks antropometri seperti yang terlihat pada tabel 2.  

Untuk memperjelas penggunaan rumur Zskor dapat dicontohkan sebagai berikut
Diketahui BB= 60 kg  TB=145 cm    
Umur : karena umur dengan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB berdasarkan WHO-NCHS  hanya dibatasi  < 18 tahun  maka disini  dicontohkan anak laki-laki usia 15 tahun
           
Table weight (kg)  by  age of boys aged 15 year from WHO-NCHS
Age
Standard Deviations
Yr
mth
-3sd
-2sd
-1sd
Median
+1sd
+2sd
+3sd
15
0
31.6
39.9
48.3
56.7
69.2
81.6
94.1
Sumber: WHO, Measuring Change an Nutritional Status, Genewa 1985

Table weight (kg)  by  stature of boys 145 cm in Height from WHO-NCHS
Stature
Standard Deviations
cm
-3sd
-2sd
-1sd
Median
+1sd
+2sd
+3sd
145
0
24.8
28.8
32.8
36.9
43.0
49.2
55.4
Sumber: WHO, Measuring Change an Nutritional Status, Genewa 1985

Table stature (cm) by age of boys aged 15 year from WHO-NCHS
Stature
Standard Deviations
Yr  mth
-3sd
-2sd
-1sd
Median
+1sd
+2sd
+3sd
15
0
144.8
152.9
160.9
169.0
177.1
185.1
193.2
Sumber: WHO, Measuring Change an Nutritional Status, Genewa 1985

Jadi untuk indeks BB/U adalah
            = Z Score = ( 60 kg – 56,7 ) / 8.3 =  + 0,4 SD
= status gizi baik
Untuk IndeksTB/U adalah
            = Z Score = ( 145 kg – 169 ) / 8.1 =  - 3.0 SD
= status gizi  pendek
Untuk Indeks BB/TB adalah
= Z Score = ( 60 – 36.9 ) / 4 =  + 5.8 SD
= status gizi gemuk 

10/29/2016

, , ,

SOP Pengelolaan Limbah Kamar Operasi

Standar Operasional Prosedur Pengelolaan Limbah Kamar Operasi adalah salah satu komponen penting dalam pelaksanaan akreditasi di sarana pelayanan kesehatan. Untuk itu tim akreditasi membutuhkan template/contoh standar operasional prosedur, yang nantinya disesuaikan dengan kondisi masing-masing RS/Puskesmas/Klinik. Berikut contoh Standar Operasional Prosedur Pengelolaan Limbah Kamar Operasi.
Pengertian
Suatu sistem pengelolaan sampah medik dan non medik di kamar operasi secara prosedural
Tujuan
Sebagai acuan langkah – langkah dalam melakukan pengelolaan sampah medik dan non medik di kamr operasi.
Mencegah terjadinya penularan penyakit atau infeksi nosokomial.
Kebijakan
Semua sampah medik, non medik anatomi dan patologi harus di kelola melalui pewadahan sesuai dengan jenis limbah masing- masing setelah samapah sudah terkumpul semua, kemudian dibawa kebagian incinerator untuk di lakukkan pembakaran
Persiapan
  1. Trolly ember sampah
  2. Kantong plastik berwarna hitam dan kuning
Prosedur
1.       Pastikan ember dan kantong plastik tidak bocor
2.       Pasang kantong plastik pada ember dengan cara melipat keluar pada bagian pinggir ember
3.       Masukkan segera limbah atau sampah terdapat pada bak sampah yang tersedia sesuai dengan jenis limbah masing- masing
4.       Untuk bak sampah yang dipasang kantong plastik berwarna kuningtempat limbah pada medik , limbah anatomi, limbah patologi, dan limbah cair.
5.       Untuk bak sampah yang terpasang kantong plastik berwarna hitam, tempat sampah non medik (sampah kering )
6.       Segera angkat kantong plastik setelah terisi ¾ ember.
7.       Ikat plastik dengan kencang dan tidak boleh di buka kembali
8.       Kirim sampah kepenampungan sementara, setelah semua sampahterkumpul semua untuk selanjutnya di kirim ke bagian incerator
Unit terkait
Poli Bedah, Instalasi bedah sentral, IGD, unit yang melakukan bedah minor dan IRNA
Dokument terkait

, , ,

SOP Mengangkat Jahitan (Aff Hecting/ Hecting Up)

Standar Operasional Prosedur Mengangkat Jahitan (Aff Hecting/ Hecting Up) adalah salah satu komponen penting dalam pelaksanaan akreditasi di sarana pelayanan kesehatan. Untuk itu tim akreditasi membutuhkan template/contoh standar operasional prosedur, yang nantinya disesuaikan dengan kondisi masing-masing RS/Puskesmas/Klinik. Berikut contoh 
Standar Operasional Prosedur Mengangkat Jahitan (Aff Hecting/ Hecting Up)
Pengertian
Mengangkat Jahitan (Aff Hecting/ Hecting Up adalah satu tindakan melepaskan jahitan yang biasanya dilakukan hari ke 5-7 (atau sesuai dengan penyembuhan luka yang terjadi)
Tujuan
1.       Mempercepat proses penyembuhan luka
2.       Mencegah terjadinya infeksi akibat adanya corpus alinineum
Kebijakan
Tindakan dilakukan pada klien yang telah dilakukan tindakan heacting setelah hari ke 5-7 untuk diangkat jahitannya.

Persiapan
Persiapan Alat :
1.         Set heating up steril yang berisi: pinset cirugis 2, pinset anatomis 2, gunting heating up, kassa steril dalam bak instrumen steril.
2.         Bengkok
3.         Korentang
4.         Gunting plester
5.         Kassa dalam bak instrumen
6.         Plester
7.         betadin
8.         Alkohol 70 %
9.         Ember untuk wadah sampah infeksius
Prosedur
A.   Tahap preinteraksi:
1.         Mengeksplorasi kemampuan diri
B.    Tahap Orientasi
1.         Megecek intruksi dari dokter
2.         Memastikan identitas pasien
3.         Perawat memberi salam
4.         Perawat menjelaskan pada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
5.         Perawat melakukan kontrak waktu tindakan pada pasien
6.         Jaga privasi pasien
C.    Tahap Kerja :
1.         Memberitahu dan menjelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
2.         Mendekatkan alat di dekat pasien
3.         Membantu pasien mengatur posisi sesuai kebutuhan, sehingga luka mudah dirawat
4.         Perawat cuci tangan
5.         Meletakkan bak instrument steril ke dekat pasien atau di darah yang mudah dijangkau
6.         Membuka bak instrumen secara steril
7.         Membuka balutan dengan hati-hati dan balutan dimasukkan ke dalam ember bak sampah
8.         Bekas-bekas plester dibersihkan dengan kapas alkohol
9.         Mengolesi luka dan sekitarnya dengan betadhin 10%
10.     Melepaskan jahitan satu persatu selang seling dengan cara:menjepit simpul jahitan dengan pinset cirugis dan ditarik sedikit ke atas kemudian menggunting benang tepat dibawah simpul yang berdekatan dengan kulit atau disisi lain yang tidak ada simpul
11.     Mengolesi luka dengan kasa steril kering dan di plester
12.     Menutup luka dengan kassa steril kering dan di plester
13.     Merapikan klien
14.     Membersihkan alat-alat dan mengembalikan pada tempatnya
15.     Perawat cuci tangan
16.     Mencatat pada catatan perawatan

D.   Tahap Evaluasi :
1.         Evaluasi respon pasien
2.         Upaya tindak lanjut di rumuskan
3.         Salam teraupetik di ucapkan dalam mengakhiri tindakan

E.    Dokumentasi
1.     respon klien selama dan setelah tindakan dicatat dengan jelas dang ringkas
2.         Waktu paraf, dan nama perawat dengan jelas.

Unit terkait
IGD, Instalasi bedah sentral, unit yang melakukan bedah minor, IRNA, Laboratorium
Dokumentasi terkait